Kita Bukan Angka

Bangun pagi sekali disambung berkemas menyiapkan diri lalu segera beranjak ke tempat kerja. Beginilah irama pembuka kebanyakan dari kita pada Senin sampai Jum'at atau hingga Sabtu bagi sebagian dari kita.

Sementara Minggu berbeda iramanya, karena hari itu kita jadikan untuk aktivitas bersama-sama keluarga. Bukan hari untuk tempat di mana masing-masing kita bekerja.

Irama itu kelihatan sederhana dan telah berlangsung lama, bahkan tatkala kita kanak-kanak pun sudah melihat orang tua di rumah juga menjalankannya. Mekanis sekali. Namun sungguh nilainya luar biasa karena itu wujud kita bertanggung jawab pada kehidupan sendiri dan keluarga sekarang dan demi masa depan.

Uniknya, kendati yang kita lakukan saat pagi di rumah hampir sama, alasannya lain-lain. Ada yang mengaku karena kantornya menetapkan jam kerja mulai pukul 07.30 dan barang siapa terlambat maka gajinya nanti dikurangi. Ada pula yang bilang kalau sedang mengejar promosi agar memperoleh tambahan fasilitas perusahaan.

Anda pun pasti punya alasan tersediri. Misalnya, lantaran bos Anda galak dan kerap membutuhkan bantuan sewaktu-waktu. Atau, sebaliknya karena atasan Anda begitu baik dan sedang dipandang sehingga ingin cepat berjumpa.

Apapun alasan Anda, giat bekerja boleh-boleh saja dan manusiawi. Sayangnya, segala pandangan tentang kerja itu tidak perlu bagi manajemen tempat kita bekerja. Sebab, ternyata banyak manajemen memandang orang-orang bekerja padanya sebagai salah satu dari sekian faktor yang dilihat dengan angka-angka.

Hal pertama yang dilakukan di tempat kerja adalah mengisi absen, di mana nama setiap orang ditandai dengan nomor tertentu. Kemudian memulai kerja sesuai ruang tangung jawab masing-masing, yang sesungguhnya adalah untuk mencapai target dan mesti menyelesaikannya pada rentang waktu tertentu. Ujung-ujungnya pada tanggal yang ditetapkan Anda menerima gaji, honor atau apapun namanya.

Semua itu ditunjukkan dengan angka. Nyatanya kita memang dinyatakan dengan angka. Kita ini manusia yang dikenali dan mengenali satu sama lain sebagai angka atau nomor. Pada KTP begitu, SIM, alamat dan telepon sampai rekening bank dan banyak lagi tertera angka khusus untuk setiap nama.

Akankah begitu seterusnya? Entah, dan memang bukan itu yang hendak dikemukakan di sini. Anda pasti senang jika ada masanya orang lain memandang Anda bukan sebagai faktor apalagi sekadar sebaris angka. Sebaliknya begitu pun Anda terhadap sekeliling.

Ramadhan sebentar lagi datang. Bulan puasa menjadi waktu bagi kita menghapuskan batasan atau jarak angka-angka tadi. Setiap kali bulan suci datang suasana tempat bekerja terasa lain, kendati yang dikerjakan sama saja. Hanya suasana atau nuansa yang terasa berbeda.

Sesederhana itu. Tapi, justru itulah yang dapat kita manfaatkan untuk membangun hubungan satu sama lain menjadi lebih dekat, akrab, intim, dan lebih bermakna. Selain bekerja guna memenuhi target masing-masing, secara bersama-sama melakukan puasa dalam rangka ibadah.

Jadi, amat pantas jika peristiwa puasa betul-betul dimanfaatkan manajemen untuk membina sumber daya manusia (SDM). Elok sekali bagi manajemen bila dapat sejenak memandang orang-orang di dalamnya lebih luas. Maksudnya, yang tidak terlihat dari laporan di atas kertas dan varibel angka-angka.

Dengan kata lain, saling memberi penghargaan dan pengakuan dengan tulus. Seperti banyak cerita bahwa tepukan di bahu tanda salut atau terima kasih bagi seseorang lebih memuaskan dan makin memotivasi ketimbang perolehan uang.

Seorang teman baru saja pindah ke tempat kerja baru. Sepintas dia seperti menurunkan 'derajat'-nya dari perusahan multinasional yang berkantor di gedung tinggi ke perusahaan baru yang berkantor di rumah. ''Soal berapa (gaji) yang saya dapat sama saja dan yang dilakukan juga sama. Tapi di sini lebih nyaman karena ada keterbukaan dan kekeluargaan sekali. Saya lebih kreatif dan diakui,'' katanya.

Pengalaman teman tadi merupakan kenyataan lain alasan orang giat pergi ke tempat kerja dan bekerja. Yakni, karena suasana yang nyaman dengan hati maupun karakter. Atau, seperti kata yang lain bahwa membangun jalinan kerjasama bisnis tak cukup dengan kesamaan minta pada jenis usahanya apalagi seberapa besar perolehan yang akan diraih.

Tetapi, dia menyebut harus ada kecocokan secara chemistry atau kimiawi. ''Kalau semua 'angka' sudah cocok tapi chemistry kita tidak nyambung, ya tetap sulit untuk hubungan yang langgeng,'' katanya.

Karena itu, ada baiknnya saat puasa yang sebentar lagi datang kita manfaatkan betul untuk memperoleh chemistry dan hubungan dengan hati itu. Sebab, hasilnya juga menunjang kinerja dalam pekerjaan di hari-hari mendatang.

Oleh: Mien R. Uno, Lembaga Pendidikan DUTA BANGSA Empower Yourself *)

1 comment:

  1. ko tentang puasa sich...kan masih lama. cocokin dulu donk tema tulisannya...jangan asal copy paste aja.

    ReplyDelete

Komentar