Sejarah Singkat

Pondok Pesantren Al-Furqoniyah didirikan pada 21 April 1980. Pesantren ini terletak di kaki gunung Salak, tepatnya di Kp. Citugu Ds. Tugujaya Kec. Cigombong Kab. Bogor. Adalah KH. Burhanuddin (alm) yang menjadi perintis berdirinya pesantren ini. Kedua orang tuanya berasal dari keturunan ulama besar, sang ayah yaitu KH. Kurdi bin KH. Tajuddin dan ibunya adalah Hj. Juariyah binti KH. Suja’i bin KH. Ilyas. KH. Burhanuddin kemudian menikah dengan putri bungsu Mama Abuya KH. Syadzili bin KH. Qudsi yang bernama Hj. Khiyariyah.
Nama “Al-Furqoniyah” yang berarti “Pembeda antara hak dan batil” diambil dari salah satu nama Al-Qur’an. Nama Al-Furqoniyah diberikan sebagai ungkapan rasa syukur atas keberhasilan putra-putri almarhum yaitu Hj. Dedeh Zuhriyah yang telah menjuarai MTQ Tk. International di Malaysia (1978) dan H. Asep Awaluddin yang juga berhasil menjuarai MTQ Tk. International di Kuwait (1979). Selain itu, nama Al-Furqoniyah juga dimaksudkan untuk mengukuhkan jati diri pesantren sebagai lembaga yang idealnya membawa umat Islam kepada yang haq dan menjauhkannya dari batil.
Tidak seperti kebanyakan pesantren lain, Pesantren Al-Furqoniyah lahir melalui perjalanan panjang sejarah masyarakat desa Tugujaya khususnya. Sehingga, selain sebagai lembaga pendidikan pesantren ini juga dikenal sebagai pelopor dan motor penggerak pembangunan masyarakat desa Tugujaya. Karena posisinya yang sentral ini pula, pada masa Orde Baru perkembangan pesantren ini mengalami banyak hambatan karena banyak mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang konfrontatif terutama dalam masalah politik kepartaian.
Peran penting pesantren ini telah diakui oleh banyak kalangan, tak terkecuali oleh lembaga Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang sejak tahun 1995 telah menjadikan Kp. Citugu Ds. Tugujaya sebagai wilayah percontohan pembangunan masyarakat yang berakar pada konsep gerakan “Imarotul Masajid” (Memakmurkan mesjid) dimana Al-Furqoniyah menjadi motor penggerak utama. Untuk memelihara semangat perjuangan almarhum ini, generasi penerus selanjutnya mengukuhkan citra pesantren ini dengan motto “Islamic Community College”. Sesuai motto yang dikukuhkan ini pesantren Al-Furqoniyah tidak hanya berjuang untuk menyantrikan para santrinya, tapi juga “menyantrikan” masyarakat agar senantiasa “furqon” ; mampu membaca, memilah, dan mengambil sikap melaksanakan yang hak dan menjauhi yang batil.
Pada tahun 1985 pesantren ini mulai merintis pendidikan formal setingkat Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA). Dengan berdirinya pendidikan formal ini, Al-Furqoniyah mencoba mensinergikan corak pendidikan untuk para santrinya, yaitu corak pengajaran system salafi (melalui pendalaman kitab kuning), pelatihan seni baca dan Tahfidz Al-Qur’an (yang merupakan program unggulan), dan pendalaman wawasan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan formal.

No comments:

Post a Comment

Komentar